Sunday, April 10, 2011

Pacaran Jarak Jauh ? Siapa Takut ... ?


Long Distance Relationship (LDR) atau yang lekat dengan istilah pacaran jarak jauh, seringkali tentunya selalu dihindari setiap pasangan cinta. Karena bagaimanapun, menjalin hubungan cinta akan lebih terasa nikmat apabila tidak terpisah oleh jarak dan waktu. Namun, bagi yang harus terpaksa menjalani sistem pacaran jarak jauh, sebaiknya harus mencari solusi atau kiat-kiat agar dapat menjalani hubungan dengan santai dan mudah tanpa beban. Pada dasarnya memang itu semua tergantung pada diri masing-masing.

Hal yang paling utama apabila Anda menjalani LDR adalah dengan memupuk rasa percaya pada pasangan. Rasa percaya haruslah dipegang erat setiap individu, bukan hanya seorang saja. Rasa percaya itu sangat penting dalam hubungan cinta, apalagi ketika harus menjalani LDR. Berjanjilah bahwa Anda akan menjaga cintanya dengan tulus.

Hal kedua yang harus dijaga adalah komunikasi. Hanya dengan komunikasilah Anda bisa berhubungan dengannya. Komunikasi itu bisa dalam bentuk apa saja. Bisa dengan surat, email, sms dan juga bisa ngobrol langsung dengannya lewat telpon. Kalau takut biaya yang mahal, Anda bisa cari alternatif lain dengan chat di internet. Gunakan webcam, dengan begitu Anda bisa lihat si dia di seberang sana.

Ketiga, Anda berdua harus bermodalkan sikap pengertian yang lebih. Mengapa? Karena hubungan yang tidak bisa terlihat langsung di mata kita terkadang menimbulkan sikap curiga yang berlebihan. Anda bahkan bisa saja membayangkan si dia bertingkah yang aneh-aneh dengan teman-teman perempuannya. Buang imajinasi seperti itu dari pikiran Anda. Mengertilah apa yang menjadi aktifitasnya di sana. Yakinlah bahwa dia akan kembali dalam keadaan ‘utuh'.

Hal yang keempat, tentunya adalah harus menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas. Kalau ingin tidak selalu merasa kangen dengannya, maka lakukan kesibukan yang bisa bikin Anda lupa padanya. Kalau sudah terlalu kangen, telpon saja, dengar suaranya saja kan sudah bisa mengurangi rasa kangen. Katakan padanya apa saja yang Anda lakukan. Apa saja aktifitas Anda belakangan ini. Jujur katakan padanya bahwa Anda melakukannya untuk menyegarkan pikiran dari mengingatnya terus menerus.

Hal yang terakhir adalah jangan lupa memberitahukan jadwal Anda padanya. Ini agar dia tidak salah waktu menghubungi Anda. Jangan sampai membuatnya kecewa karena saat ia menghubungi, Anda tak ada di tempat. Hindari hal-hal yang bisa membuat hubungan Anda berdua tak nyaman.

Hal yang terpenting dari semuanya adalah tetap mengandalkan Tuhan dalam menjalani hubungan jarak jauh seperti ini. Karena memang Anda tidak dapat mengawasinya setiap saat tapi tentu saja akan sangat membantu jika Anda menyerahkan pasangan Anda sepenuhnya dalam perlindungan Tuhan. Karena memang perlindungan Tuhan itu sempurna adanya.

Tapi tentu saja komitmen dari kedua belah pihak harus benar-benar dijaga, dan berlakulah setia pada pasangan Anda. Kesetiaan memang bukan hal yang mudah didapat di jaman ini, seperti yang firman Tuhan katakan dalam Amsal 20:6, "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia siapakah menemukannya? Tapi yakinlah, di dalam Tuhan, Anda dan pasangan Anda akan senantiasa terjagai dalam kesetiaan sepanjang Anda berdua sama-sama mengandalkan Tuhan. So, Anda tidak perlu kuatir karena bersama dengan Tuhan, Anda pasti dapat melakukan hubungan jarak jauh ini. Dan nikmati buah hasil perjuangan kesetiaan cinta Anda berdua saat waktu untuk menikah itu akhirnya tiba. Selamat berjuang!!


Kesaksian Jim Caviezel, Pemeran Yesus Dalam Passion Of The Christ (Part 1)


Hari Paskah sudah di depan mata, dan biasanya di televisi selalu menayangkan film The Passion of The Christ. Nah ini sepenggal kisah dan kesaksian dari sang pemeran utama di balik film tersebut, mungkin sebagian dari kita sudah pernah membaca kisah ini. Tapi tidak ada salahnya saya memposting kembali kisah ini, untuk sekedar mengingatkan saja.  

Jim Caviezel adalah seorang aktor biasa dengan peran-peran kecil dalam film-film yang juga tidak besar. Peran terbaik yang pernah dimilikinya adalah sebuah film perang yang berjudul “The Thin Red Line” yang mana dia hanya memerankan salah satu tokoh dari begitu banyaknya aktor besar yang berperan dalam film kolosal itu. Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari memancing musuh kearah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan akhirnya musuhpun mengepung dan membunuhnya. Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya, menunggu orang yang tepat untuk memerankannya.

Dan inilah kesaksian Jim Caviezel. pemeran Yesus dalam film "The Passion Of Jesus Christ" ...
"Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalam film besar apalagi sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah…, Dia ini Tuhan, siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan memerankannya? Mereka pasti bercanda. Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, "Hallo ini, Mel". Kata suara dari telpon tersebut. "Mel siapa?", Tanya saya bingung. Saya tidak menyangka kalau itu Mel Gibson, salah satu aktor dan sutradara Hollywood yang terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya. Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film-film lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek alamik, bahasa yang digunakan pada masa itu.

Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko terbesar yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini, mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai aktor di Hollywood. Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut. Memang biasanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.

Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film itu, saya katakan padanya. "Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?" Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di "Thin Red Line". Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda panggilanku, semua orang harus memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita buat film ini! Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut. Dalam persiapan karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya melakukannya? Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membingungkan saya, karena begitu banyak referensi mengenai Dia dari sudut pandang berbeda-beda. Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunanNya melakukan semua ini.




Kesaksian Jim Caviezel, Pemeran Yesus Dalam Passion Of The Christ (part 2)

Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu saya bukan seorang yang dekat dalam hubungan denganNya. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya. Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA dan kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun cedera engkel menghentikan karir saya sebagai atlet bola basket. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh hidup saya. Saya kemudian mencoba peruntungan dalam audisi-audisi, sebuah peran sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran mungkin menjadi jalan hidup saya. Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar audisi. Dan kini saya telah berada dipuncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau yang telah merencanakan semuanya, dan membawaku sampai disini. Engkau yang mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku, maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendakMu.

Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya. Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk.. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan. Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu di pundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga. Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.

Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu. Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini. Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya. Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan.

Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm. Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan. Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang biasa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. 

Baca Juga Part 3 

Kesaksian Jim Caviezel, Pemeran Yesus Dalam Passion Of The Christ (Part 3)

Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya. Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwaNya. Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan. Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang. Dan sayapun tidak sadarkan diri. Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul disekeliling saya, sambil berteriak-teriak "dia sadar! dia sadar!".

"Apa yang telah terjadi?" Tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantam saya diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu. Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, "Tuhan, apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan"? Namun saya terus berjalan, kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan. Selama itu benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian. Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu memerankan Yesus. Oh… itu sangat luar biasa… mengagumkan… tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada disitu, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diriNya sendiri.

Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan profesi dan pekerjaan saja, demi uang.. Namun pengalaman dalam film itu mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan. Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film ini. Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus Christ, tidak melihat saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian mengaitkannya dengan peran saya dalam The Passion dan menjadi kecewa. Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Film itu telah menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. Amin.


Sumber : dari forward email

Baca Juga Part 1 

Friday, April 1, 2011

Asal Usul April Mop


Hari lelucon atau dikenal dengan April Mop sudah dikenal orang. Namun, tidak banyak dari mereka yang mengetahui dari mana sejarah April Mop ini berasal.
April Mop dikenal di dunia dengan nama "April Fool". Padahal peristiwa ini pertama kali dikenal dengan nama All Fool's Day di Eropa pada abad pertengahan. Pada hari itu, orang dianggap boleh berbohong atau memberi lelucon kepada orang lain tanpa dianggap bersalah. Hari itu ditandai dengan tipu-menipu dan lelucon lainnya terhadap keluarga, musuh, teman bahkan tetangga dengan tujuan mempermalukan orang-orang yang mudah ditipu. 

Di beberapa negara seperti Inggris dan Australia serta Afrika Selatan, lelucon hanya boleh dilakukan sampai siang atau sebelum siang hari. Seseorang yang memainkan trik setelah tengah hari disebut sebagai "April Mop". Namun di tempat lain seperti Kanada, Perancis, Irlandia, Italia, Rusia, Belanda, dan Amerika Serikat lelucon bebas dimainkan sepanjang hari. 

Dalam versi lain, menurut mitologi Romawi, cerita April Fool dikenal dari mitos Dewi Kemakmuran Ceres dan anak perempuannya Proserpina.
Kala itu, Dewa Kematian Romawi Pluto berhasil menculik Proserpina dan membawanya hidup bersama di dasar bumi. Syahdan, Proserpina terus menerus mernanggil nama ibunya, tapi sayang walaupun sang ibu mendengar jeritan anaknya itu. Ia tidak mampu menemukan fisik Proserpina. Akibatnya, pencarian Ceres pun hanya sia-sia. Inilah kemudian yang disebut sebagai harapan yang tak kunjung nyata. Masyarakat Eropa kemudian menyebutnya sebagai all fool (membodohi semua orang).

Lalu mengapa harus bulan April? teori ini didapat dari legenda pertentangan penggunaan sistem penanggalan. Pada abad ke-16 sistem penanggalan di dunia berganti dari sistem kalender Julian ke kalender Gregorian (hingga saat ini kita pun masih menggunakan penanggalan ala Gregorian).
Menurut sistem kalender Julian, tahun baru harus dirayakan setiap hari mulai tanggal 25 Maret hingga 1 April. Namun, karena sistem tersebut diganti mengikuti sistem Gregorian, akhirnya hari pergantian tahun juga berganti menjadi 1 Januari. Bagi mereka yang tidak mengikuti perubahan ketentuan ini dianggap orang bodoh dan menjadi bahan lelucon.
Di Perancis, masyarakat menyebutnya dengan "April Fish" karena setiap orang yang tidak mengikuti perubahan sistem kalender Gregorian akan dijadikan bahan ejekan dengan menjadikan mereka target pelemparan ikan. Sedangkan di Skotlandia, April Fool lebih dikenat dengan "April Gowks" (semacam nama burung tekukur). Dalam tradisi Skotlandia, April Gowks dirayakan dengan menendang bokong setiap orang yang ditemui. Dari sini pula ide mempermalukan orang dengan menyematkan tulisan "kick me" di punggung menjadi terkenal.

April Fool kemudian menjadi semakin luas. Bahkan di internet sekalipun. Pada 1 April Google membuat lelucon layanan Gmail paper. Pengguna Google diiming-imingi layanan free e-mail yang dapat tercetak dalam kertas secara otomatis dan gratis. Google menawarkan dokumentasi dan inventarisasi secara gratis.
Rutinitas lelucon April Mop sering membuat orang-orang yang memperingatinya sering meragukan liputan berita yang terbit pada tanggal 1 April.
  • Pada 1 April 1946,gempa bumi disertai tsunami membunuh 165 orang di Hawaii dan Alaska mengakibatkan dibuatnya sistem peringatan tsunami. Di Hawaii, tsunami ini dikenal dengan "Tsunami April Mop", karena banyaknya orang yang mati karena tidak percaya berita akan kedatangan tsunami tersebut.
  • Kematian Raja George II dari Yunani pada tanggal 1 April 1947.
  • Pada tahun 1979, Iran menyatakan bahwa 1 April merupakan Hari Republik. Kabar ini dianggap sebagai lelucon hingga tiga puluh tahun kemudian
  • Pada tanggal 1 April 1984, penyanyi Marvin Gaye ditembak dan dibunuh oleh ayahnya. Awalnya, orang beranggapan bahwa itu adalah berita palsu, terutama mengingat aspek aneh ayah menjadi seorang pembunuh.
  • Peluncuran Gmail pada April 2004 oleh Google juga awalnya dianggap lelucon, karena Google memang terkenal sering memasang lelucon April Mop pada situs mereka.

Pria tidak mampu berbohong kepada wanita


Suatu Penelitian bahasa tubuh mengungkapkan bahwa, di dalam sebuah percakapan tatap muka, tanda-tanda non lisan menghasilkan  60-80% pesan,  sementara suara menghasilkan 20-30% pesan saja, yang 7-10 % pesan lainnya adalah berasal dari kata-kata. 

Indra istimewa seorang wanita menerima dan menganalisa informasi dari bahasa tubuh tersebut dan kemampuan otaknya yg dengan cepat memindahkan informasi tersebut diantara belahan otak, membuat wanita lebih ahli dalam menggabungkan dan mengolah informasi lisan, visual dan tanda-tanda lainnya. 

Karena itulah mengapa pria pada umumnya sulit berbohong pada seorang wanita secara tatap muka. Tetapi seperti yang diketahui oleh wanita pada umumnya, mudah saja bagi wanita  untuk berbohong pada pria, walau dilakukan secara tatap muka. 

Pria tidak memiliki kepekaan untuk mengenali keganjilan, anatara lisan dan tanda-tanda non lisannya. Pada umumnya jika pria ingin berbohong pada wanita, akan jauh lebih baik jika mereka melakukannya lewat telepon, dalam surat atau dengan semua lampu dipadamkan dan selimut di atas kepala mereka.