Monday, March 28, 2011

Danau Galilea dan Laut Mati


Persamaan antara Danau Galilea dan Laut Mati adalah sama-sama mendapat air dari sumber yang sama yaitu dari sungai Yordan.

Perbedaan yang paling utama adalah Danau Galilea adalah sebuah danau, sedang Laut Mati adalah sebuah laut. Danau Galilea sangat indah dimana ada kehidupan, dan di sekelilingnya ditumbuhi berbagai jenis tanaman dan banyak orang yang bermukim disekitarnya. Dan didalam danaunya banyak jenis ikan hewan air yang hidup dan berkembang.

Sebaliknya, Laut Mati adalah tempat yang tidak ada kehidupan. Tak ada tumbuhan atau spesies yang dapat hidup didalam maupun disekeliling laut mati karena kadar garamnya yang begitu tinggi. Bukan itu saja bau pada daerah laut mati ini juga sangat tidak sedap.

Mengapa keduanya bisa sangat berbeda? Padahal sumber airnya sama. Hal ini dikarenakan danau galilea "menerima dan memberi". Danau Galilea meneruskan airnya ke danau lain yang juga memanfaatkannya. Sedangkan Laut Mati "menerima dan menyimpan" untuk dirinya sendiri, air yang masuk ke Laut mati tidak pernah keluar lagi.

Sebagai orang Kristen jangan hanya bisa menerima saja, tapi kita juga harus bisa memberi bagi orang lain. Tuhan Yesus mengajar kita untuk memberi, memberi semua yang kita punya kepada Bapa di sorga. Apa saja yang telah kita terima baik berkat, talenta, kekayaan, kepintaran, jangan hanya dinikmati sendiri, tapi bagilah agar dapat menjadi berkat bagi orang-orang lain dan kemuliaan nama Tuhan.


Sumber : Renungan Kristen

Sunday, March 27, 2011

Masalah = Berkat

1 Petrus 1:6-7
Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus bcrdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan.
Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu…

Aku memohon kekuatan,
                             dan Tuhan memberiku kesulitan-kesulitan untuk membuatku kuat
Aku memohon kebijaksanaan,
                             dan Tuhan memberiku masalah untuk diselesaikan
Aku memohon kemakmuan,
                             dan Tuhan memberiku tubuh dan otak untuk bekerja
Aku memohon keberanian,
                             dan Tuhan memberiku berbagai bahaya untuk aku atasi
Aku memohon cinta,
                             dan Tuhan memberiku orang-orang yang bermasalah untuk aku tolong
Aku mohon berkah,
                             dan Tuhan memberiku berbagai kesempatan
Aku tidak memperoleh apapun yang aku inginkan,
                             tetapi aku mendapatkan apapun yang aku butuhkan.


Kita memang tidak pernah berdoa meminta masalah datang dalam hidup kita. Tapi kenyataannya kita menemuinya hampir setiap hari. Di rumah, sekolah, kantor, gereja, di tengah masyarakat dan di mana aja. Bila masalah diijinkan datang dalam kehidupan anak-anak Tuhan, bukankah seharusnya kita meyakininya sebagai pemberian Tuhan yang bertujuan baik untuk kehidupan kita?!

Salah satu tujuan masalah diberikan untuk kita adalah untuk membentuk karakter kita. Seberapa cakap kita menghadapi masalah, itu menunjukan karakter kita yang asli. Apakah kita menghadapi masalah dengan omelan, gerutu panjang, keputusasaan, kesedihan atau kepahitan hati? Atau sebaliknya kita menhadapinya dengan penuh semangat, rasa optimis bahkan ucapan syukur dan menganggapnya sebagai kesempatan untuk melatih diri menjadi lebih baik lagi?

Hari ini kita harus siap untuk menghadapi masalah. Kita tidak bias menghindarinya, namun kita punya kesempatan untuk mengatasinya.
                                                                                               

Apa Itu?


Hari  ini aku benar-benar di tegur Tuhan. Sebelum pendeta di gerejaku mulai berkotbah, ia menayangkan video klip pendek. Di video tersebut ceritanya dimulai dengan seorang ayah bersama anak lelakinya duduk bersama di taman rumah. Sang anak sambil membaca Koran sedangkan ayahnya hanya duduk diam memandang sekeliling. Tiba-tiba sang ayah melihat seekor burung yang terbang di depan mereka. 

Kemudian sang ayah bertanya, “Apa itu?”

“Seekor burung pipit”, jawab anaknya.

Tak lama kemudian, ayahnya kembali bertanya lagi, “Apa itu?”

Dan anaknya menoleh untuk melihat apa yang ditanyakan ayahnya itu, “Hanya seekor burung pipit”. Jawab sang anak sekali lagi tanpa mempedulikan sang ayah dan kemudian ia melanjutkan membaca korannya.

Sang ayah kembali bertanya lagi, “Apa itu?”

Dan anaknya mulai geram atas pertanyaan sang ayah, dan ia menjawabnya dengan nada yang tinggi, “Hanya seekor burung pipit kataku, tidak bisakah kau melihatnya?”

Ayahnya terdiam sejenak, kemudian bertanya sekali  lagi, “Apa itu?”

Kemudian anaknya bangkit berdiri dan melipat kembali Koran yang sedang ia baca, ia marah dan berteriak pada ayahnya, “Sudah ku katakana itu hanya burung pipit, kenapa engkau menanyakan pertanyaan yang sama berulang-ulang?”

Sang ayah masuk kedalam rumah meninggalkan anaknya yang merasa menyesali dirinya karena begitu kasar terhadap ayahnya sendiri. Tak lama ayahnya kembali lagi ketaman dengan membawakan sebuah diari tua yang telah usang. Ia membuka halaman buku diary tersebut dan meminta anaknya membaca dengan nyaring.

“Hari ini aku duduk di taman bersama dengan anak bungsuku yang berusia 3 tahun, kemudian anakku melihat seekor burung pipit kecil terbang di depan kami dan ia pun bertanya kepadaku, “Apa itu?”. 
 Aku menjawabnya, “itu seekor burung pipit” . kemudian ia bertanya lagi, “Apa itu?”. “seekor burung pipit”, jawabku dengan senyuman yang hangat kepadanya. Dan ia pun kembali bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama hingga 21 kali, akupun menjawabnya sebanyak 21 kali pula. Aku menjawabnya dengan sabar tanpa merasa bosan maupun marah atas pertanyaan yang berulan-ulang tersebut”.

Selesai membaca diary tua ayahnya tersebut, sang anaknya langsung menangis kemudian memeluk dan mencium kening sang ayah, “Maafkan aku ayah” sesalnya.

Terkadang aku juga berlaku seperti itu terhadap papaku. Aku tidak suka jika papaku bertanya berulang-ulang kali padaku. Aku marah jika papaku tidak mengerti atas apa yang aku maksud, kemudian menanyakan ketidakmengertiannya kembali. 
Tuhan mem-flash back ingatanku kembali melalui video pendek tersebut. Tuhan mengajarkan aku untuk selalu hormat pada orang tua ku.
Seperti tertulis di Efesus 6 : 2 “Hormatilah ayah dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting…”
Terima kasih Tuhan atas ajaranMu pada ku dimalam hari ini. Aku mau belajar untuk menyayangi dan hormat pada orang tuaku. Aku mau menyenangkan hati mereka.

Sayangnya Sepenuh Hati dan Kangennya Dari 0 – 100


Suatu hari seseorang bilang dia sayang sekali padaku. Dan aku bertanya, seberapa besar sayangnya ke aku. Dan begini jawaban diplomatisnya:
“Kalau aku bilang rasa sayang ku itu segede gunung itu bohong, dan kalau aku bilang sedalam lautan, rasanya gak mungkin deh, apalagi setinggi langit itu bohong banget. Jadi aku hanya bisa menyayangi kamu sepenuh hati ku saja. Sekecil apapun hati ku, tapi selalu dipenuhi rasa sayang ku ke kamu”.

So sweet deh mendengar kata-kata seperti itu. Dan sampai sekarang jika ada orang yang bilang sayang padaku, aku selalu bertanya seberapa sayangnya ke aku. Rata-rata menjawab setinggi langit, seluas samudra, sedalam lautan, sebesar gunung, dan se… se… yang lainnya. Belum ada yang pernah menjawab seperti dia ku.

Lain halnya dengan ‘dia’, lain pula dengan adik sepupuku yang berumur 4 tahun pada saat itu. Dia punya ungkapan rasa kangennya yang lebih unik lagi.
Kebetulan aku kuliah di luar kota, jadi aku jarang-jarang sekali bisa bertemu dengannya. Dan satu hari aku pulang liburan, tiba-tiba adik sepupuku berlari kepadaku dan memelukku dari belakang dan berkata seperti ini :
“cece  adek kangeeeeeeen sekali sama cece nya”.

Dan aku pu bertanya padanya, “seberapa kangennya adek ke cece?”
Dia sedikit kebingungan menjawab, “hmm… berapa ya?” katanya. Kemudian dia melanjutkan lagi “Pokoknya banyak deh ce, hmmm… dari 0 sampai 100”.
Pada saat itu aku merasa geli dengan jawabannya itu, yah itu lah anak-anak. Jawabannya juga polos. Ditanya “berapa” jawabannya diungkapkan dengan “angka-angka”. Tapi patut diacungi jempol, biar jawabannya dengan angka-angka, sangatlah mengharukan, mana ada anak kecil yang  bisa menjawab seperti dia. HEBAT!